Kisah Sukses DetikCom

Abdul rahman termasuk dalam deretan miliarder local yang lahir dari bisnis dotcom, bahkan jauh sebelum bisnis itu hiruk pikuk, euphoria sampai alhirnya bertumbangan.

Semua itu berawal dari hobinya mengutak-atik komputer tahun 1990-an. Sebelum ada internet mantan wartawan itu berlanggan Bulletin Board Service (BBS)- dimana pemakainya bisa mengisi dan mengambil file yang ada di dalamnya. Dan ketika situs internet pertama diluncurkan di Amerika Serikat, sebenarnya Abdul Rahman sempat kepincut untuk membuka bisnis internet service provider (ISP). Namun niat itu diurungkan karena sudah terlalu banyak yang ingin membuka ISP. Gantinya, masih di seputar komputer dan internet, Abdul Rahman membukaperusahaan pendesai situs bersama dua temannya- Budiono Darsono dan Didi Nugrahadi- pada September 1995. Modalnya Rp 100 juta atau setara 40 ribu dolar AS saat itu. Berkantor di stadion lebakbulus, Jakarta Selatan, perusahaan yang diberi nama agranet Multicitra Siberkom atau disingkat Agrakom mulai berjalan dengan dukungan delapan karyawan. Sebagai pionir, Asgrakom tentu saja banyak menemui kesulitan karena harus membuka jalan, membuka mata

tentang pentingnya membuat situs di internet. Kecuali perusahaan multinasional, mungkin bisa dihitung dengan jari perusahaan dalam negeri yang memiliki visi teknologi informasi jauh ke depan.

Sesuai harapanna menggaet media sebagaiarge penawaran, klien perama yang berhasil digae Agrakom adalah harian Kompas unuk memperbaiki desai sius yang sudah ada. Sukses ini kemudian diikuti dengan klien lain yang mulai mengalir deras. Pengalaman sebagai warawan ampaknya berguna untuk mengetahui desai situs yang enak dilihat dan mudah dalam penggunaanya. Apalagi dibandingkan pembuat situs lainnya, Agrakom menyewa hosting -untuk menaruh situs yang dibuatnya- di Amerika dengan akses yang lebih besar dan cepat. Hanya dalam tempo dua tahun, Agrakom sudah mengeruk pendapatan 800 ribu dolar AS. Karyawanpun bertambah menjadi 30 orang.

Tapi sukses Abdul Rahman dengan Agrakom-nya dihajar badai krisis moneter yang menerpa banyak negara Asia- tak terkecuali Indonesia- 1997. Pasalnya, ya itu tadi, sewa server di Amerika Serikat dan jasa Agrakom yang dikenakan memakai kurs dolar AS. Klien-klien nmulai banyak yang mengeluh

karena nilai dolar terus membumbung.. Biaya operasi yang membengkak karena depresiasi rupiah serta penurunan order sempat membuat Abdul Rahman was-was karena banyak perusahaan dotcom mulai bertumbangan.

Untungnya sebelum krisis terjadi Agrakom sudah mendirikan perusahaan public relation sebagai langkah diversifikasi. Sepinya order sehingga membuat banyak kaaryawannya menganggur sempat mencetuskan ide di benak Abduk Rahman untuk membuat situs sendiri, meniru Yahoo.com sebagai search engine global. Tapi lantas Budiono mengusulkan untuk membuat situs berita saja dengan konsep breaking news yang terus menerus di update. Semula ide detik.com sempat ditentang karena Cuma sebagai obsesi pribadi sang inisiator.

Namun akhirnya detik.com online pada 8 Juli 1998 dengan tanaga awal tiga orang reporter dengan budiono sendiri bertugas sebagai penjaga gawang di depan komputer untuk menerima laporan berita reporter. Karena masih baru, reporternya di lapangan belum berbekal telepon seluler seperti sekarang, tapi mengantongi uang koin cepekan sebagai modal menelpon dari telepon umum.

Bagaimanapun situasi dalam negeri yang panas setelah turunnya Suharto dan suasana reformasi sangat menguntungkan karena banyak yang mengklik detik.com untuk membaca perkembangan politik terakhir. Detik.com pun berhasil menjadi situs terpopuler. Fasilitasnya kemudia semakin bertambah

lengkap- email gratis, berita hiburan, olah raga, dan lain-lain. Setelah berhasil mencatatkan diri sebagai situs portal local pertama dan menjadi situs ecommerce. Kini kelompok Agrakom menempati kantor di kawasan elit Pondok Indah dengan jumlah karyawan lebih dari 170 orang. Kekayaannya ditaksir lebih dari Rp 20 miliar.
sumber: http://www.cusmedia.com/abdulrahman.php