Indonesia, Negara penuh bencana

Laksamana di negeri multi bencana. Setelah peristiwa yang satu berlalu, datang bencana baru. Seolah-olah Bumi Pertiwi ini enggan terlepas dari sederetan bencana yang tak berkesudahan tersebut. Meski mengisahkan trauma yang begitu mendalam bagi sang korban bencana. Nyatanya, alam berkehendak lain sekaligus menunjukan kekuatanya.

Bila pada musim kemarau datang kekeringan, kebakaran hutan dan kelaparan acap kali mendera bangsa Indonesia. Tak lain, akibat hujan tak kunjung datang.

Kini, di musim penghujan tiba kehadiran air pun, malah berubah menjadi laknat, bukan rahmat. Tengok saja, banjir yang menimpa Ibu Kota. Hingga hari ini, Banjir yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya, selain merendam ribuan rumah juga telah menelan banyak korban jiwa. Berdasarkan data yang diperoleh Metro TV hingga Senin (5/2) sekitar pukul 08.00, jumlah korban meninggal mencapai 29 orang. (5/02)

Dengan demikian, banjir seakan menjadi ritual tahunan dan terus terjadi berulang-ulang. Ia telah dianggap rutin dan lumrah. Seolah-olah menjadi bagian dari ritme kehidupan yang harus dilalui.

Ironis memang. Di tengat-tengah pengupayaan penanggulangan bencana dan sejatinya Jakarta terlepas dari siklus lima tahunan bencana tersebut, malah terkena malapetaka. Padahal, pelbagai upaya untuk menanggulangi kepungan air ke Ibu Kota telah banyak dicoba. Proyek Banjir Kanal Barat, yang berhulu di Sungai Manggarai dan berhilir di Muara Angke, memang telah dibangun. Namun, proyek Banjir Kanal Timur bernilai Rp4,9 triliun dan telah diresmikan presiden pada 2003 kini mandek (Media Indonesia, 01/02).

Nyatanya, banjir masih menjadi peristiwa yang menakutkan bagi bangsa Indonesia. Kehadiran menejemen bencana pun masih sebatas wacana semata. [Ibn Ghifarie]