Sahabat Nabi Bilal bin Rabah si pengumandang Adzan bersuara emas, Budak Negro Ethiopia

Bilal bin Rabah, salah seorang sahabatdekat Rasulullah. Seperti yang kita tahu, Bilal adalah seorang keturunan Afrika,Habasyah tepatnya. Kini Habasyah biasa kita sebut dengan Ethiopia.

Seperti penampilan orang Afrika pada umumnya, hitam, tinggi dan besar, begitulahBilal. Pada mulanya, ia adalah budak seorang bangsawan Makkah, Umayyah binKhalaf. Meski Bilal adalah lelaki dengan kulit hitam pekat, namun hatinya, insyaAllah bak kapas yang tak bernoda. Itulah sebabnya, ia sangat mudah menerimahidayah saat Rasulullah berdakwah.

Meski ia sangat mudah menerima hidayah, ternyata ia menjadi salah seorang darisekian banyak sahabat Rasulullah yang berjuang mempertahankan hidayahnya. Antarahidup dan mati, begitu kira-kira gambaran perjuangan Bilal bin Rabab.

Keislamannya, suatu hari diketahui oleh sang majikan. Sebagai ganjarannya, Bilaldi siksa dengan berbagai cara. Sampai datang padanya Abu Bakar yangmembebaskannya dengan sejumlah uang tebusan.

Boleh dikata, di antara para sahabat, Bilal bin Rabah termasuk orang yang amattegas dalam mempertahankan agamanya. Zurr bin Hubaisy, suatu ketika berkata,orang yang pertama kali menampakkan keislamannya adalah Rasulullah. Kemudiansetelah beliau, ada Abu Bakar, Ammar bin Yasir dan keluarganya, Shuhaib, Bilaldan Miqdad.

Selain Allah tentunya, Rasulullah dilindungi oleh paman beliau. Dan Abu Bakardilindungi pula oleh sukunya. Dalam posisi sosial, orang paling lemah saat ituadalah Bilal. Ia seorang perantauan, budak belian pula, tak ada yang membela.Bilal, hidup sebatang kara. Tapi itu tidak membuatnya merasa lemah atau takberdaya. Bilal telah mengangkat Allah sebagai penolong dan walin-ya, itu lebihcukup dari segalanya.

Derita yang ditanggung Bilal bukan alang kepalang. Umayyah bin Khalaf, sangmajikan, tak berhenti hanya dengan menyiksa Bilal saja. Setelah puas hatinyamenyiksa Bilal, Umayyah pun menyerahkan Bilal pada pemuda-pemuda kafirberandalan. Diarak berkeliling kota dengan berbagai siksaan sepanjang jalan.Tapi dengan tegarnya, Bilal mengucap, "Ahad, ahad," puluhan kali daribibirnya yang mengeluarkan darah.

Bilal bin Rabah, meski dalam strata sosial posisinya sangat lemah, tapi tidak dimata Allah. Ada satu riwayat yang membukti-kan betapa Allah memberikan kedudukanyang mulai di sisi-Nya.

Suatu hari Rasulullah memanggil Bilal untuk menghadap. Rasulullah inginmengetahui langsung, amal kebajikan apa yang menja-dikan Bilal mendahuluiberjalan masuk surga ketimbang Rasulullah.

"Wahai Bilal, aku mendengar gemerisik langkahmu di depanku di dalam surga.Setiap malam aku mendengar gemerisikmu."

Dengan wajah tersipu tapi tak bisa menyembunyikan raut bahagianya, Bilalmenjawab pertanyaan Rasulullah. "Ya Rasulullah, setiap kali aku berhadats,aku langsung berwudhu dan shalat sunnah dua rakaat."

"Ya, dengan itu kamu mendahului aku," kata Rasulullah membenarkan.Subhanallah, demikian tinggi derajat Bilal bin Rabah di sisi Allah.

Meski demikian, hal itu tak menjadikan Bilal tinggi hati dan merasa lebih suciketimbang yang lain. Dalam lubuk hati kecilnya, Bilal masih menganggap, bahwa iaadalah budak belian dari Habasya, Ethiopia. Tak kurang dan tak lebih.

Bilal bin Rabah, terakhir melaksanakan tugasnya sebagai muadzin saat Umar binKhattab menjabat sebagai khalifah. Saat itu, Bilal sudah bermukim di Syiria danUmar mengunjunginya.

Saat itu, waktu shalat telah tiba dan Umar meminta Bilal untuk mengumandangkanadzan sebagai tanda panggilan shalat. Bilal pun naik ke atas menara danbergemalah suaranya.

Semua sahabat Rasulullah, yang ada di sana menangis tak terkecuali. Dan diantara mereka, tangis yang paling kencang dan keras adalah tangis Umar binKhattab. Dan itu, menjadi adzan terakhir yang dikumandangan Bilal, hatinya takkuasa menahan kenangan manis bersama manusia tercinta, nabi akhir zaman.

***

Suatu malam, jauh sepeninggal Rasulullah, Bilal bin Rabbah, salah seorangsahabat utama, bermimpi dalam tidurnya. Dalam mimpinya itu, Bilal bertemu denganRasulullah.

"Bilal, sudah lama kita berpisah, aku rindu sekali kepadamu," demikianRasulullah berkata dalam mimpi Bilal.

"Ya, Rasulullah, aku pun sudah teramat rindu ingin bertemu" kata Bilal masih dalam mimpin-ya. Setelah itu, mimpitersebut berakhir begitu saja. Dan Bilal bangun dari tidurnya dengan hati yanggulana. Ia dirundung rindu.

Keesokan harinya, ia menceritakan mimpi tersebut pada salah seorang sahabatlainnya. Seperti udara, kisah mimpi Bilal segera memenuhi ruangan kosong dihampir seluruh penjuru kota Madinah. Tak menunggu senja, hampir seluruh pendudukMadinah tahu, semalam Bilal bermimpi ketemu dengan nabi junjungannya.

Hari itu, Madinah benar-benar diselubungi rasa haru. Kenangan semasa Rasulullahmasih bersama mereka kembali hadir, seakan baru kemarin saja Rasulullah tiada.Satu persatu dari mereka sibuk sendiri dengan kenangannya bersama manusia muliaitu. Dan Bilal sama seperti mereka, diharu biru oleh kenangan dengan nabitercinta.

Menjelang senja, penduduk Madinah seolah bersepakat meminta Bilalmengumandangkan adzan Maghrib jika tiba waktunya. Padahal Bilal sudah cukup lamatidak menjadi muadzin sejak Rasulullah tiada. Seolah, penduduk Madinah inginmenggenapkan kenangannya hari itu dengan mendengar adzan yang dikumandangkanBilal.

Akhirnya, setelah diminta dengan sedikit memaksa, Bilal pun menerima danbersedia menjadi muadzin kali itu. Senjapun datang mengantar malam, dan Bilalmengumandangkan adzan. Tatkala, suara Bilal terdengar, seketika, Madinah seolahtercekat oleh berjuta memori. Tak terasa hampir semua penduduk Madinahmenitiskan air mata. "Marhaban ya Rasulullah," bisik salah seorangdari mereka.

Sebenarnya, ada sebuah kisah yang membuat Bilal menolak untuk mengumandangkanadzan setelah Rasulullah wafat. Waktu itu, beberapa saat setelah malaikat mautmenjemput kekasih Allah, Muhammad, Bilal mengumandangkan adzan. JenazahRasulullah, belum dimakam-kan. Satu persatu kalimat adzan dikumandangkan sampaipada kalimat, "Asyhadu anna Muhammadarrasulullah." Tangis pendudukMadinah yang mengantar jenazah Rasulullah pecah. Seperti suara guntur yanghendak membelah langit Madinah.

Kemudian setelah, Rasulullah telah dimakamkan, Abu Bakar meminta Bilal untukadzan. "Adzanlah wahai Bilal," perintah Abu Bakar.

Dan Bilal menjawab perintah itu, "Jika engkau dulu membebaskan demikepentinganmu, maka aku akan mengumandangkan adzan. Tapi jika demi Allah kaudulu membebaskan aku, maka biarkan aku menentukan pilihanku."

"Hanya demi Allah aku membebaskanmu Bilal," kata Abu Bakar.

"Maka biarkan aku memilih pilihanku," pinta Bilal.

"Sungguh, aku tak ingin adzan untuk seorang pun sepeninggalRasulullah," lanjut Bilal.

"Kalau demikian, terserah apa kehendakmu," jawab Abu Bakar.

***